Terima Kasih Telah Berkunjung ke Unclebonn.com Kasih Seorang Saudara - unclebonn.com

Sunday, May 8, 2022

Kasih Seorang Saudara

https://www.unclebonn.com/2022/05/kasih-seorang-suadara.html

Tas punggung besar berwarna hitam, dengan topi hitam dikepala berwarna biru persis model anak muda masa kini.  Walau kejauhan tubuh pemuda itu terlihat atletis.  Pemuda ini sepertinya masih asing bagi warga kampung tersebut.  Mereka kelihatan heran dengan sosok pemuda itu yang melintasi jalan di antara bangunan rumah warga. Tak begitu banyak orang-orang kampung yang menyapanya. Kecuali saat mereka berpapasan.


Kampung pertama namanya Kampung Baru.  Untuk sampai ke kampong pemuda itu harus menempuh jarak sekitar 15 kilometer. Untuk kesana ia harus berjalan kaki karena jalan yang ada adalah jalan setapak.  Kampong baru ini merupakan pemekaran dari kampong lama atas inisiatif pemerintah. Maksudnya biar warga kampong dipermudah untuk akses transportasi.  


Baca Juga : Pak Tua Itu


Selain itu Kampong Lama adalah wilayah yang rentan terhadap bencana alam.  Pada musim penghujan pasti selalu terjadi banjir. Setiap bencana selalu merenggut nyawa.  Masyarakat di kampong itu sebagian besar masih buta huruf.  Alih-alih mereka berbicara tentang early warning menghadapi bencana alam.


Pemuda it terus mengayunkan langkahnya seakan lelah dan penat tak dirasakan olehnya.  Matahari mulai menyembunyikan dirinya.   Burung-burung mulai kembali keperaduaannya.  Semangat ingin misa malam Natal bersama keluarga menjadi kekuatan tambahan.  Di kampong pemuda itu, misa malam Natal dimulai pukul 21.00 WITA berbeda dengan daerah lain yang mulai misa pukul 19.00 WITA. Kebiasaan ini merupakan tradisi yang katanya memiliki kekhusukan sendiri.


Baca Juga : Misteri Kamar 33 A Hotel Mayestik


Perjalanan pemuda itu sedikit terganggu. Ia disambut hujan desember. Jalan menjadi licin, malam semakin pekat.  Sementara itu perjalanan masih sekitar tujuh kilometer.  Kondisi geografis yang yang berbukit-bukit menyebabkan nir jaringan seluler.  Ia sebenarnya telah merencanakan sebelum H-3 ia sudah berada bersama keluarganya.  Pikir-pikir kedatangan perdananya ini sebagai sebuah kejutan untuk sanak saudaranya yang sudah lama menantikan kedatangan hampir 20 tahun.


Akibat hujan lebat menyebabkan ia tak sempat menggunakan handphone-nya sebagai penerangan.  Ia hanya bisa menggunakan inderanya untuk menuntunya selama perjalanan. Tak disangka-sangka iapun melihat sebuah cahaya kecil.  Kalau diamati, sember cahaya itu berasal dari lampu semprong dari sebuah gubug.  Pemuda itu mencoba mendekati gubug tersebut.  Keadaan hujan saat itu masih lebat namun tidak selebat hujan sebelumnya. 


Baca Juga : Yang Terdalam


Ternyata benar, bangunan dihadapan pemuda itu adalah sebuah gubug tua. Iapun memberanikan diri untuk mampir sebentar.  Iapun memberikan salam, tak beberapa lama sebuah bayangan dating mendekati arah pintu.  Ternyata yang hadir saat itu seorang nenek yang sedang berusaha membukakan pintu.


Pintu akhirnya terbuka.  Nenek berselimutkan lau1) datang mempersilahkan pemuda itu.  “Silahkan masuk umbu)”, kata nenek itu dengan nada ramah. “Terima kasih apu)”, katanya singkat. Pemuda itu akhirnya membereskan pakaiannya yang sudah basah kuyub. 


Dihadapannya tergantung sebuah salib cirikhas bagi umat Katolik.  Salib itu arahnya keluar.  “Boleh tahu! Siapa nama umbu?” Tanya nenek itu lagi.  “Nama saya Johan.  Saya mau ke kampong lama, karena rumah saya di sana” kata pemuda itu menjelaskan.


Baca Juga : Rosario Pemberian Bunda Maria 


Pemuda itu terus mengamati keadaan ruangan gubug itu yang hanya terdiri atas sebuah ruangan lepas.  Betapa kagetnya Johan begitulah nama pemuda itu, melihat disudut kanan ruang itu dekat tungku tertidur pulas seorang bocah perempuan.  Usianya sekitar 6 tahunan.  Pemuda itu begitu prihatin dengan kondisi kedua penghuni gubug itu. 


Tiba-tiba ia dikegatkan dengan suara tawaran dari nenek itu.  “Umbu malam ini nginap saja di sini”!  Dengan mengelah nafas panjang pemuda itu mengiyakan. Agak tergesa-gesa pemuda itu mengecek handphone-nya yang disimpan didalam tasnya itu.  Jam handphone menunjukan angka 21.30 WITA, artinya ia tidak bisa menikmati lagi misa malam natal bersama keluarganya.


Nenek tadi terlihat sibuk.  Sepertinya ada sesuatu dipersiapkan olehnya.  Karena lelah pemuda itu akhirnya tertidur.  Setengah jam berlalu.  Tiba-tiba pemuda itu dikejutkan oleh suara lembut.  “Aya, bangun…bangun!” pinta bocah itu.  Pemuda itu bangun walau rasa kantuk masih menghinggapinya.  Pemuda itu hanya bisa membalasnya dengan senyuman.


Baca Juga : Sesederhana Kasih Natal


Di hadapannya sudah tersaji tiga gelas teh dan sepiring singkong rebus.  Tatkala melihat sajian itu, nyaris saja pemuda itu menitikan air mata.  Mereka pun menyatapi sajian “khas natal” ala kaum miskin.  Kaum yang kurang beruntung hidupnya.


Roman kebahagian terlihat jelas pada kedua orang penghuni gubug itu.  Mungkin bukan karena sajiannya.  Bagi mereka, kehadiran pemuda itulah yang menyemarakan suasana malam natal itu.  “Umbu, malam ini kita merayakan natal di gubug ini” canda nenek itu dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata.


Diselah-selah makan malam itu si pemuda mencoba mengorek tentang siapa bocah perempuan kecil itu. Dengan menghela nafas panjang si Nenek pun mulai mengisahkan tentang cucunya itu.  Umbuk5) adalah anak dari mendiang putrinya.  Ibunya adalah seorang TKW di Malaysia.  Sekembalinya sebagai TKW ia mengidap sakit yang tak disembuhkan.  Berbagai usaha telah dilakukan baik melalui pengobatan medis atau melaui cara tradisional, hasilnya nihil. Sejak usia satu tahun umbuk dipelihara olehnya.


Baca Juga : Ini Desember Kedua, Marcelino!


Si nenek juga menceritakan kenapa mereka menjadi orang terasing di kampungnya sendiri.  Mereka dituduh telah mencuri singkong di lahan pertanian tetangga.  Padahal singkong yang mereka bawah pada saat itu sengaja diberikan oleh salah satu orang asing yang barusan mencuri di lahan itu.  Masyarakat yang berbondong-bondong mengejar si pencuri ubi itu menemukan si nenek malang itu tengah mengendong sekantong ubi di tengah perjalanan.  


Akhirnya nenek tadi digiring ke balai desa untuk di adili.  Warga yang dibakar api kemarahan serampangan menuduh nenek tadi sebagai pencurinya.  Dengan berbagai pertimbangan nenek itu diusir dari kampong asalnya bersama putrinya sebelum bekerja sebagai TKW di Malaysia.


Mendengar penuturan nenek tadi, si pemuda itu menjadi iba pada kehidupan kedua orang itu.  Tiba-tiba ia gak kaget saat itu jam yang dilihat pada handphonenya menunjukan angka 23. 17 WITA.  Si nenek sepertinya mengerti benar dengan keadaan si pemuda saat itu.  Iapun memohon pada cucunya untuk menyiapkan tikar bagi si pemuda tadi.


Baca Juga : Jatuh Cinta Kembali Pada Gadis Remaja Itu


“Besok jam 5 pagi saya segera meninggalkan gubug ini dan melanjutkan perjalanan ke rumah keluargaku” katanya didalam hati.  Untuk memastikan waktunya ia pun segera menyetel alarm handphone miliknya. 


Malam akhirnya menghantarkan pemuda itu pada pagi. Tak berselang beberapa detik kring-kring bunyi alarm membangunkannya. Secepat kilat ia langsung mengemas bawaannya seperti awal mula.  Ingin rasanya ia membangunkan se nenek dan cucunya.  Tapi wajah-wajah tulus membuatnya mengurungkan niatnya itu.


Dengan perlahan si pemuda itu mengeluarkan beberapa lembar uang Rp.  50 ribu-an.  Sebenarnya ia ingin memberikan secara langsung uang itu pada si nenek.  Akhirnya ia meletakan uang tersebut di bawah bantal. Dengan perlahan ia pun keluar dari gubug itu.  Sebelum berangkat ia kembali memperbaiki posisi pintu gubug itu dengan baik.


Baca Juga : Seribu Rindu Untuk Kalian


Kicauan burung murai menyambut pagi, sang pemuda memastikan langkah dengan penuh semangat kisah semalam sepertinya telah terurai menjadi kasih yang tak lekang oleh waktu.  Dedaunan yang masih basah oleh air hujan semalam bukan menjadi halangan berarti.  Si pemuda itu tahu hari ini adalah tanggal 25 Desember.  Walaupun mungkin sebentar ia pasti buru-buru untuk mempersiapkan diri mengikuti misa natal bersama berkeluarga.


“Tok, tok, tok.  Selamat pagi. Tok, tok, tok.  Selamat pagi.  Selamat pagi!” Si pemuda tak sabaran untuk berjumpa dengan sanak saudaranya.  Tak berselang beberapa menit salah satu penghuni rumah pun membukakan pintu.  Suasana menjadi gaduh, keharuan menyelimuti seisi rumah. Salah satu pemuda yang hanya di lihat melalui foto saja kini telah berada di bersama mereka. Suasana sukacita ini harus berakhir sementara karena mereka harus mempersiapkan diri untuk misa Natal di Kapela.


Baca Juga : Di Depan Arca Maria Aku Berlutut


Natal telah mempertemukan seluruh anggota keluarga.  Keberhasilan si pemuda itu menjadi kebanggan keluarga.  Walau begitu hati pemuda itu tetap jumawa.  Ia ingin terus menebar benih-benih kasih kepada sesama yang membutuhkan.


Penulis : Unclebonn

Catatan : Artikel ini sudah dimuat di www.waingapu.com tahun 2011


No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!