Terima Kasih Telah Berkunjung ke Unclebonn.com Harta, Tahta dan Wanita - unclebonn.com

Friday, July 2, 2021

Harta, Tahta dan Wanita

https://www.unclebonn.com/2021/07/harta-tahta-dan-wanita.html

Salah satu pemikiran revisionis Deng Xiaoping dikenal dengan ungkapan, “menjadi kaya adalah mulia.” Pemikiran ini lalu berkembang di kalangan rakyat China. Ihwal berkembangnya pemikiran ini semenjak diperkenalkan gagasan Reform dan Politik Pintu Terbuka oleh Deng Xiaoping sendiri.  Walaupun pada saat itu gagasan ini mendapat komentar sinis dan kritik dari kaum konservatif hasilnya China kini menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah Amerika Serikat.


Mengapa Deng Xiaoping menggunakan diksi kaya lalu mensejajarkan dengan kata mulia? Padahal dengan modal harta (kekayaan) itu seseorang berpotensi menjadi penguasa atau raja yang memiliki kewenangan mutlak. Benarkah?


Baca Juga : Lingkaran Dalam


Bermula dari Harta


Hidup dalam gelimangan harta seperti merasakan hidup dalam bayangan surga. Dengan harta yang berlimpah ruah seseorang bisa memegahkan dirinya atas orang lain. Harta bisa membawa manusia untuk mewujudkan ambisi pribadi dan mimpi-mimpi “liar” lainnya. Dengan uang pula orang bisa menjadi penguasa. Karena kekuasaan itu bisa saja dibeli dengan uang melalui cara-cara ilegal (money politic).  Praktik politik yang normalpun tetap saja membutuhkan dana yang super besar. Jangan heran politikus yang duduk ditampuk kekuasaan saat ini yakni mereka yang berduit. Kalau bukan mereka yang berduit, pasti mereka keturunan dari dinasti politik, anak pejabat, anak jenderal atau petinggi partai politik.  


Sampai pada kesimpulannya bahwa berharta (berduit) memiliki peran vital untuk suatu lompatan hidup.  Memang, orang bilang uang bukan segala-galanya tapi di era moderen saat ini segala-galanya butuh uang, yang gratis cuman kentut (maaf).


Baca Juga : Akhir Yang Indah Dari Seorang Pejuang Kemanusiaan (Mengenang Mendiang Birgaldo Sinaga)


Setelah mempunyai kuasa tak mungkin penguasa itu bebas dari kepentingan politik atau gangguan dari pihak lain. Doktrin politik jelas ingin mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan.  Sehingga banyak cara perlu dilakukan dalam membentengi diri dari lawan-lawan politik atau sebaliknya melakukan serangan bertubi-tubi kepada lawan.  Salah satu cara menurut teori Sun Tzu, “jebakan indah.” Dimana wanita dijadikan modus operandi untuk menaklukan lawan. 


Dalam istilah moderen saat ini menggunakan wanita untuk memuluskan kepentingan tertentu dikenal dengan nama gratifikasi sex. Para makelar bermain dibelakang wanita-wanita cantik itu. Wanita-wanita ini dijadikan penakluk para “pemain” hidung belang.  Dengan tujuan melumpuhkan karir politik lawan.


Menempatkan pada Posisi Benar


Mengapa harta, tahta, dan wanita seperti “bencana” yang rentan terjadi pada orang-orang yang memiliki jabatan dan kuasa?


Baca Juga : Lompatan Jauh Kedepan


Gaya hidup manusia (politisi, pejabat, dan masyarakat umumnya) saat ini telah bergeser seiring dengan perkembangan zaman. Manusia telah terbius oleh pesona pseudo moderen. Hidup manusia cenderung dalam budaya hedonistik, hippie, trendy, dan hegemonik melalui jabatan atau strata sosial yang dimilikinya. Padahal hidup itu adalah anugerah. Sedangkan jabatan dan kekuasaan itu amanah. Namun tetap saja, desakan atau tuntutan hidup saat ini sangat mempengaruhi cara pikir manusia.


Bagaimana jadinya, jika kesadaran dan rasa takut pada sang pencipta hilang, atau seseorang itu dengan sengaja lupa akan tanggungjawabnya?  Bisa dipastikan seseorang itu akan bertindak diluar kesadaran dan keadaban yang berlaku secara sosial. Sehingga hari ini kita jumpai banyak politisi, pejabat, cukong, dan pegawai rendahan terseret oleh kasus-kasus korupsi, kasus penyalahgunaan jabatan, dan berbagai kasus perselingkuhan.


Problematika harta, tahta, dan wanita ini adalah tanggungjawab pribadi dan tanggungjawab bersama.  Pendidikan perlu hadir untuk memberi jawaban atas masalah ini. Pendidikan jangan hanya memfokuskan pada masalah angka-angka (kepintaran). Lebih dari itu pendidikan harus mampu menyemai nilai-nilai yang terintegrasi dengan baik dalam sebuah tatanan kebangsaan. 


Baca Juga : Apa Itu Nasionalisme?


Indonesia sebagai sebuah bangsa tentu diperlukan pendidikan dengan penekanan pada nilai-nilai historiah. Indonesia sebagai bangsa yang religius tentu ada pendidikan nilai-nilai agama yang memberi berkat bagi alam semesta. Indonesia sebagai satu kesatuan sosial - politik kita butuh pendidikan nilai-nilai moral – artinya moral Pancasila perlu kembali dikumandangkan.


Dengan demikian harta, tahta, dan wanita bukan lagi bencana yang mendegradasi kemanusiaan manusia. Tapi harta itu akan menjadi mulia bila membawa kemaslahatan bagi diri dan orang lain. Kekuasaan dengan memegang teguh moralitas akan menghindari penguasa dari tindakan yang zolim. Wanita yang soleha dan hebat akan membesarkan suaminya.*

Sumber : Kompasiana/Bonefasius Sambo

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!