Ilustrasi : Unclebonn.com |
Darling itu nama pemberian ayahku. Sebenarnya ibu lebih suka kalau aku diberi nama Velove. Akhirnya ibu mengalah. Kata ibu, ayah sangat menyayangiku. Dia yang merawat aku di kala ibuku sakit setelah melahirkan adikku. Adikku tidak lahir normal. Beberapa bulan kemudian ia meninggal dunia. Semanjak kelahiran adiku itu, ibu mulai sakit-sakitan.
Dokter kandungan akhirnya memvonis bahwa ibu tidak bisa lagi memberikan keturunan. Artinya aku menjadi anak tunggal bagi kedua orang tuaku mulai saat itu. Sebenarnya aku sedih saat dimana adikku pergi untuk selamanya.
Walaupun aku anak tunggal, ayah dan ibu tidak memperlakukan aku istimewa. Alias manja. Itu terjadi sejak aku mulai duduk dibangku SMP. Saat SMA aku diasramakan. Asrama Santa Elisabeth. Mereka berharap aku bisa disiplin. Memang di asrama kami diajarkan disiplin. Semua serba diatur. Jam belajar, jam berdoa, masuk sekolah dan mengikuti kegiatan eskul semua di atur. Akhirnya, Darling sadar, maksud dan tujuan dari kedua orang tuaku ini.
Saat ini aku duduk di semester lima di salah satu perguruan tinggi. Aku salah satu mahasiswa berprestasi di kampus. Bekal kedisiplinan yang sudah dibentuk dimasa SMA dulu. Walau jauh dari ayah, aku bisa mandiri dan mengatur waktu dengan baik. Ibuku sudah tiada. Ia meninggal dunia saat aku masih menjadi mahasiswa baru. Semester awal. Kira-kira dua setengah tahun lalu.
Kali ini natal ketiga aku tanpa ibu. Ya, aku selalu merayakan natal bersama ayah. Ayah sosok pria yang baik menurutku. Ayah belum mau menikah lagi. Seandainya ayah mau menikah lagi, aku setuju. Kata ayah ia masih sangat mencintai ibuku. Aku kadang sedih kalau memikirkan kondisi ayah. Ia pria pekerja keras. Pulang dari kantor ia mengurusi dirinya sendiri. Memang ada saudara sepupu yang tinggal di rumah kami. Walau begitu ayah cenderung mengurusi dirinya sendiri. Saat ibu masih hidup, ibu begitu memperhatikan aku dan ayah. Itulah yang selalu aku pikirkan kalau aku mengingatkan ayahku diwaktu-waktu tertentu.
Setiap malam Natal atau keesokan harinya, aku selalu bersama ayah. Tiga tahun terakhir sudah tentu aku yang menemani ayah. Bukan saja saat Natal, jika masa liburan tiba aku akan menemani ayah baik ke gereja pada hari minggu atau ke pesta. Kadang ayah guyon ke aku, "Darling, kamu persis kayak ibumu." Mendengar guyonan ayah aku hanya tersenyum. Aku tahu kisah tentang pemberian nama Darling. Setelah itu kuperhatikan wajah ayah kerap memancarkan kesedihan. Darling maklumi itu.
Dulu sempat aku bertanya kepada ibu, kenapa ayah memberi namaku Darling. Memang saat itu ibu tidak langsung menjawab. Namun disaat terakhir penderitaan nya, ibu sempat memanggilku. Aku pikir ibu mau meminta tolong mengambilkan sesuatu untuk dirinya. Ternyata tidak. Ibu meminta aku duduk disampingnya.
"Begini Darling. Ibu mau kasitahu ke kamu makna namamu itu," kata ibuku sambil merangkulku.
"Saat pacaran dulu, ayahmu itu selalu memanggil ibumu ini dengan sapaan darling. Kata ayahmu saat itu jika kelak punya anak perempuan dia akan memberi nama Darling. Maksud ayahmu, Darling menjadi sesuatu yang mengingatkan ayahmu untuk selalu menyayangi anak-anaknya juga kepada istrinya," jelas ibu.
Ibu juga bercerita ayah mengharapkan aku juga demikian. Menjadi anak yang disayangi dan juga menyayangi orang tua maupun kepada sesama.
Cerita dari ibu sebelum ia wafat ini membuat aku paham tentang arti nama Darling. Aku berjanji kepada ibuku saat itu walau dalam hati bahwa aku akan mendampingi ayah sampai aku menemukan pasangan hidup kelak.
Waingapu, 23 Desember 2019 (Suatu malam saat menyambut Natal)
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!