Terima Kasih Telah Berkunjung ke Unclebonn.com Pria di Gubuk Sederhana Itu - unclebonn.com

Wednesday, December 16, 2020

Pria di Gubuk Sederhana Itu

https://www.unclebonn.com/2020/12/pria-di-gubuk-sederhana-itu.html

Dia sedang menikmati segelas kopi hitam. Kebetulan saat itu kami melewati jalan di depan gubuknya.  Suasana masih pagi. Masih ada butiran embun yang membasahi rerumputan yang tumbuh di sepanjang jalan yang kami lalui. 


"Stop….stop! Disini." Pintaku pada saudara laki-laki yang sedang mengendarai sepeda motor. 


Akibat motor yang mendadak dihentikan kami beberapa meter harus berjarak dari gubuk itu. 


"Ada apa kak Diana tiba-tiba kita harus berhenti disini?" Tanya adikku. 


"Sudahlah. Ayo kita mampir dulu di gubuk itu!" 


Saat kuajak, adik bungsuku ini manut saja. Memang sih ini kebiasaan adikku. Dia anak yang baik. Dia yang kerap menemaniku jika aku memintanya.  Saat ini dia sudah berusia 17 tahun dan duduk di kelas XII SMA. 


Aku dan adikku berjarak 7 tahunan. Saking ia baik padaku segala kebutuhannya aku yang penuhi. Mungkin karena dia anak bontot kali ya.


Dari kejauhan kami mendengar suara kidung natal  itu begitu menyentuh. Sebuah lagu lawas yang dibawakan oleh Charles Hutagalung. Kalian pasti tahu kan? Kenangan Natal Di Dusun yang Kecil. Pemuda itu masih saja duduk asyik. Segelas kopi hitam diletakan di atas sebuah meja kayu. Tampak kokoh meja itu. Sesekali ia memberi makan pada ternak peliharaannya.  


Ia sepertinya tidak mengetahui kedatangan kami. Apalagi di depan gubuk itu dipenuhi rimbunan pepohonan. 


"Selamat pagi Kak Christian….."


Ia menoleh ke arah kami. Tampaknya ia sedikit terkejut dengan kehadiran kami berdua. 


"Eh...Bu Diana. Selamat pagi."


"Tumben ke kemari? Mau kemana sebenarnya nih?" Tanya Christian.


Christian sepertinya masih heran. Itu tampak jelas dengan sikapnya yang gelapan. Dia masih bingung bagaimana caranya mempersilahkan kami duduk. Adikku juga tampak heran dengan situasi ini. Namun aku dan adik tetap bersikap tenang dan antusias pada pria muda ini.


"Sabentar ya, Bu!" 


Christian cepat-cepat masuk kedalam gubuknya yang tampak hanya  ruang tamu mini. Gubuk itu hanya terdapat dua buah kamar. 


Christian seorang pria muda yang sempat menolongku saat aku mengalami kecelakaan ringan dalam perjalanan ke tempat kerja. Aku seorang perawat yang ditugaskan di desa yang sangat jauh dari kota. Saat itu Christian tanpa basa-basi langsung memboncengi diriku lalu aku dibawa ke Puskesmas terdekat.  Sepeda motorku ia urus sampai beres.


Karena dia buru-buru kami hanya bisa bertukaran nomor handphone. Setelah selesai dirawat melalui Whatsapp aku menyampaikan ucapan terima kasih kepadanya. Kami juga menjalin pertemanan melalui facebook. Dia kelihatan cukup kalam. Orangnya juga misterius. Jarang mengumbar status. Jika aku memajang postingan dia hanya memberi like 👍


Tidak ada keterangan lengkap soal dirinya. Beberapa kali sih aku kepoin profil facebook-nya.  Christian seorang pria berpenampilan sederhana. Namun dia sepertinya pria berpendidikan. Itu terlihat dari tutur katanya. Pembawaannya.


Baca Juga : Kasih Nyata Seorang Saudara Seindah Kasih Natal


Dia bukan anak asli sini. Anak rantuan yang mengadu nasib di kota kami. Ini sih hasil kepoan aku. Dari komentarnya disalah satu postingan dia. Saat salah satu netizen bertanya soal asal-usulnya.


"Silahkan duduk ibu perawat!" Katanya mempersilahkan kami. Dia menepuk pundak adikku Adry untuk mengajaknya duduk. Si Adry hanya menganggukan kepala.


Di gubuk itu ia sendiri. Banyak ternak peliharaannya.  Ada ayam dan bebek. Namun lebih banyak ayam kampung. Gubuknya tampak asri. Gubuk mungilnya tertata rapih. 


"Mau minum apa ibu?"


"Aduh jangan panggil ibu melulu. Resmi amat sih. Ini kan bukan kantor. Panggil saja Diana." Pintaku pada Christian. 


"Baiklah Nona Diana"


Aku hanya tersenyum dengan panggilan itu. Ya itu panggilan kesayangan aku di rumah dari orang tuaku dan keluarga. Malah kepala Puskesmas kerap memanggilkku Nona Dian. 


"Mau minum apa?" Tanyanya sekali lagi.


"Kopi saja deh, kak!" Jawabku sambil tersenyum. 


"Adikku juga doyan ngopi, kak." Kataku lagi. Maksudnya biar tidak ngerepotin kakak Christian. 


Sengaja aku menerima tawaran minum kopi biar lebih lama berada di rumah pemuda ini. Sudah hampir tiga tahunan kami tak pernah berjumpa.  Dulu saat kecelakaan itu aku masih berstatus honorer. Puji Tuhan tahun 2018 lalu aku lulus CPNS. Sekarang aku bertugas di Puskesmas Kota


Hari ini secara kebetulan kami lewat didepan rumah Christian karena mau ke rumah rekan kantor aku. Sementara itu jarak dari lokasi rumah Christian sekitar dua kiloan lagi. Itu aku ketahui via google map. Aku meminta temanku link untuk lokasi rumahnya. 


Christian tak sungkan membawa dua gelas kopi dan meletakkan di meja yang sudah disiapkannya.  Aku sangat kagum dengan penampakan sikap pria muda yang sederhana ini. Menurutku jarang loh ada laki-laki yang bersikap hangat dan sederhana seperti ini. 


"Kak Christian, tadi sampe kami bisa mampir ke rumah ini gara-gara dengar lagu natal itu loh." Kataku membuka percakapan biar tidak terkesan kaku suasananya.


"Ya, itu lagu favoritku. Ini lagu wajib aku di pagi hari." Jawabnya lalu mempersilahkan kami menyeruput kopi yang sudah di ada di atas meja sederhana itu. 


Kak Christian sedikit banyak cerita soal lagu itu. Katanya kalau dengar lagu Kenangan Natal di Dusun yang Kecil ini ia ingin segera mudik ke kampung halamannya. 


"Kak Christian, lagu tadi favorit ayahku juga."   


Mendengar kataku itu dia hanya tersenyum. Sementara itu adikku hanya menjadi pendengar setia. Itulah adikku. Dia hanya tersenyum mendengar percakapan kami. Kadang dia sibuk dengan smartphone di tangannya.  


Ada kalanya Adry memberi masukan kepada aku jika ada sosok pria yang berusaha mendekati aku. Soal ini mungkin setiba di rumah dia akan berkomentar.


Dulu ada sih seorang pria yang sudah beberapa kali ke rumah kami. Dia memberi saran ke aku bahwa sebaiknya agar aku menghindari pria itu. Saat mendengar sarannya aku segera melakukan "investigasi."  Akhirnya aku buat kesimpulan bahwa aku menolak secara baik itikad pemuda itu. 


"Nona Diana, itu lagu untuk generasi jaman old. Namun lagu itu termasuk lagu natal sepanjang masa." Mendengar penuturannya aku sedikit kaget. Tadi aku sempat ngelamun.


"Lagu itu menggambarkan kehidupan seseorang yang menikmati suasana natal di sebuah susun yang kecil. Jauh dari hingar bingar kota." Katanya menjelaskan soal lagu miliknya Charles Hutagalung itu.


Mendengar penjelasan Christian aku hanya tersenyum. Aku yakin Christian bukan pria biasa. Bukan seperti yang aku lihat saat itu dengan pakaiannya yang lusuh. Ada perlengkapan pancing yang banyak yang diselibkan pada tasnya. Aku pikir dia nelayan. Dia kebetulan lewat saat aku mengalami kecelakaan ringan. Sayangnya dia teramat pendiam tanpa ekspresi.


"Sudah berapa tahun disini, kak?" 


"Sudah masuk tahun keempat," jawabnya. 


"Wah sudah lama juga ya kak," komentar aku. 


"Kakak, sendiri atau ……" aku sedikit ragu untuk meneruskan pertanyaan. Kuatir aku dicap Diana si tukang kepo.


"Maksud aku...kakak Christian sendiri disini atau sama istri?" Aku hanya ingin memastikan pria muda ini yang sudah lama aku kenal via facebook sudah beristri atau belum?


"Aku sendiri disini, Non." Jawabnya singkat. 


"Mestinya demikian. Menikah lima tahun lalu.  Sayangnya setelah proses pinangan seminggu kemudian pacarku meninggal." Tampak ada kesedihan yang mendalam di wajah kak Christian. 


"Setelah itu aku memutuskan merantau ke Sumba." Tambahnya. 


Akupun terdiam sejenak. Dengan segera aku mengalihkan pembicaraan ke topik lain. Aku mencoba menghiburnya dengan kata-kata bijak bahwa takdir manusia itu ada ditangan Tuhan. Kak Christian tidak keberatan saat aku menyampaikan permintaan maaf karena telah mengusik masa lalunya. 


Mungkin karena setelah tiga tahun baru bertemu aku dan adikku Adry hampir sejam di gubuk sederhana itu. 


Baca Juga : Dear Desember


Adry saat itu beberapa kali meninggalkan kami dengan memperhatikan keberadaan kandang dan tanaman di sekitar pekarangan rumah Kak Christian. Aku pun segera pamit untuk menuju ke rumah teman yang menjadi tujuan utama kami. Kak Christian menyampaikan ucapan terima kasih kepada kami dan memberikan ucapan selamat menyongsong Natal kepada aku dan Adry.  


Wajah Adry terlihat ceria mendengar ucapan dari Kak Christian. Kami berdua pun pamit. Ada kepuasan dan harapan di hatiku setelah bertemu dengan kak Christian. 


"Kak Diana, siapa sih Kak Christian itu?" Tiba-tiba saja Adry bertanya ke aku.


"Dia orang yang sudah menolong Kakak Diana beberapa tahun lalu, Adry"


"Kala kakak mengalami kecelakaan ringan saat itu," kataku menjelaskan. 


"Dia kerjanya apa Kak?" Tanya Adry lagi.


"Tak tahulah kakak, Adry…." Tidak nyaman juga dengan sikap kepo Adry ini.


"Dia sepertinya pemuda sederhana yang baik. Sepertinya sih….," jawab aku lagi.


"Dia seperti pemuda biasa??," Adry balik bertanya.


Mendengar intonasi Adry yang penuh tanda tanya aku jadi sedikit heran dan penasaran. "Memangnya kenapa, Adry!" Tanyaku ingin tahu.


"Begini kak, tadi saat kalian asyik ngobrol aku keliling-keliling rumah Kak Christian.  Sepertinya dia seorang sarjana. Dan dibelakang namanya ada gelar S.Fil lagi." Adry menjelaskan panjang lebar dengan semangat. 


"Ia juga punya foto seperti kakak. Pakai pakaian putih hitam sama seperti saat kakak mengikuti  masa prajabatan tempo hari, kak." bebernya lagi.


"Oh yaa? Kamu seperti polisi saja Adry."


"Terima kasih banyak Adry atas informasinya. Sebaiknya kamu lebih fokus mengendarai sepeda motor ini!" Kataku sedikit memerintah. 


Aku hanya tersenyum mendengar informasi dari Adry. Pengen sih datang dan terus bersilahturahmi ke rumah Christian. Namun sikap Christian yang terlampau pendiaml bekin aku jadi ragu. Kalau keseringan nanti aku dicap apa? Ibu perawat macam apa? Ya sudahlah.*





No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!