Terima Kasih Telah Berkunjung ke Unclebonn.com Menjual Kemiskinan - unclebonn.com

Tuesday, July 6, 2021

Menjual Kemiskinan

https://www.unclebonn.com/2021/07/menjual-kemiskinan.html

Sebuah acara teranyar di salah satu stasiun televisi swasta tentang program tutup utang cukup menggugah pemirsa. Terutama emak-emak yang sudah biasa berada di depan tivi.  Ada beberapa diantara mereka sampai meneteskan air mata setelah mendengar kisah haru dari salah satu peserta. Acara itu bagus dan manusiawi. Tak ada yang aneh apalagi salah.


Kok kenapa dibilang menjual kemiskinan?


Begini teman. Saya adalah salah satu (saksi hidup) manusia yang berasal dari kalangan keluarga "ekonomi lemah lembut", kasarnya miskin. Kemiskinan kadang bekin orang “bodoh” dan nekat. Kemiskinan membuat orang mudah tersinggung dan emosional. Semua terjadi lantaran belenggu ekonomi, sikap pasrah dengan keadaan. 


Baca Juga : Setetes Darahmu Menyelamatkan Nyawa Saudaramu Yang Lain


Kemiskinan bagi segelintir orang dianggap takdir. Nasib itu bisa diubah. Sama hal dengan merubah kebodohan menjadi pintar. Dengan niat, kerja keras, dan komitmen ditambah konsistensi atau melalui proses belajar yang terus menerus orang bisa mendapatkan apa yang disebut pintar itu.


Kebanyakan orang menerima kemiskinan dengan pasrah. Ya sudah kita ini orang miskin. Perjuangan kita cukup sampai level ini. Yang penting hidup dan bertahan hidup. Melihat (bermimpi) yang lebih tinggi itu ibarat si punduk merindukan bulan. Dan seterusnya berpikir demikian. Itu termasuk berpikiran kerdil.


Sama halnya ketika kita melihat mimik atau ekspresi haru peserta ketika utangnya dilunasi oleh “donatur” dalam program acara itu. Penampakan seperti isak tangis, untaian kata kata doa mewarnai acara itu. Kita bisa tahu bagaimana televisi mengemas sedemikian rupa agar pemirsa turut merasakan apa yang dirasakan oleh kaum yang dianggap kelompok orang miskin.


Baca Juga : Kata-Kata Inspirasi Kehidupan Kristen


Dan pesan apa yang bisa ditangkap dari program itu? Kita bisa tahu ada perbedaan signifikan antara kalangan miskin dan elite (orang kaya). Pokoknya orang miskin itu patut dikasihani. Dan air mata adalah senjata orang miskin untuk mendapatkan sesuatu. Dan tivi berhasil menciptakan kesan itu untuk jualan iklan atau sesuai selera sponsor. Di tahap ini saya anggap sebagai menjual kemiskinan.


Belajar dari Jepang


Di masa remaja dulu saya suka sekali menonton film kartun atau anime Jepang. Di luar Jepang semua animation yang dikeluarkan Jepang disebut anime. Alasannya anime dibuat secara runut dan padat pesan intrinsik. Terutama tentang perjuangan hidup. 


Bagi masyarakat Jepang menonton anime adalah tontonan menarik yang digandrungi oleh semua kalangan atau lapisan masyarakat. Mereka beranggapan bahwa apa yang ditampilkan dalam anime itu menggambarkan kehidupan mereka.


Baca Juga : Apa Itu Titik Buta (Blind Spot) Dan Tiga Hal Mengatasinya


Di film-film mereka selalu menampilkan cerita-cerita ketokohan dari golongan shogun, samurai, ninja dll. Dan nilai-nilai perjuangan itu sudah menjadi kultur orang Jepang.


Misalnya ada sebuah istilah bahkan istilah tersebut seperti sudah menjadi falsafah hidup orang Jepang yakni gambaroo (gambaru-red). Gambaru artinya berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan. 


Falsafah perjuangan hidup orang Jepang ini telah mengubah negara Jepang menjadi macan Asia. Saat tsunami di Jepang tahun 2011 silam dunia barat meyakini bahwa Jepang akan kembali bangkit pasca tsunami itu. Mereka yakin dengan semangat perjuangan orang Jepang yang tidak mudah patah arang, sedih berkepanjangan, dan atau gemar mempermasalahkan masalah sepele. 


Jadi sudah seharusnya televisi menghadirkan tayangan berkualitas bukan televisi menjadikan “donatur” bak sinterklas yang datang bagi bagi hadiah.


Baca Juga : Berkuasa Tanpa Perang


Kita harus membangun karakter “petarung” bukan membuat masyarakat bermental indlander. Bukan hanya berdoa terus menerus lalu kapan kerjanya?


Nah kira-kira bagaimana dengan kita? Saya juga masih susah tapi ada satu hal yang bisa saya banggakan yaitu setelah kuliah saya tidak lagi menggantungkan hidup pada orang tua (ibu). Dan sampai hari ini cukuplah untuk makan dan kalau ada kelebihan bisa berbagi dengan orang lain. Dan prinsip hidup saya bahwa hidup itu perjuangan tidak ada yang mudah dalam hidup ini.*


Penulis : Bonefasius Sambo

Artikel Lawas diedit seperlunya, 6 Juli 2017


No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!