Sembilan tahun sudah aku berpisah dari suster Agata Carita. Sekarang aku hanya bisa melihat sepenggal kalimat Rest in Peace yang terpatri pada batu nisan kuburan. Aku tertegun. Tenggelam dalam kisah-kisah manis bersama suster Agata enam belas tahun silam.
Sejak balita aku telah diasuh oleh suster Agata. Orang tuaku menyerahkan pada suster Agata karena aku menderita kekurangan hormon pertumbuhan atau istilah medisnya growth hormone deficiency. Mereka menyerahkan aku bukan karena tak mampu secara ekonomi tapi karena kesibukan yang tak bisa dielakan. Orang tuaku pengusaha.
Baca Juga : Kasih Nyata Seorang Saudara Seindah Kasih Natal
Walaupun merasa diabaikan, aku tidak menyoalkannya. Aku yakin yang mereka lakukan itu baik adanya. Dimasa kanak-kanak aku tak bisa membohongi perasaanku sendiri. Kalau aku sangat merindukan belaian kasih sayang dari mereka, orang tuaku.
“Suster, kapan Papa dan Mama kemari?”, tanyaku manja. “Ntar lagi Agnes, mereka akan kemari dan membawakan coklat kesukaanmu” sebuah jawaban klasik lalu Sr Agata mendekapku erat-erat.
Biasanya kalau malam sebelum tidur, suster Agata akan mengisahkan kepadaku tentang riwayat orang kudus. Seperti riwayat Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus. Santa Theresia itu wanita yang sangat mencintai anak-anak, dan sejak kanak-kanak ia ingin menjadikan dirinya “mainan” Yesus.
“Agnes jika kamu rajin berdoa dan mencintai Yesus, Santa Theresia akan datang dalam mimpi dan akan memberikan sekuntum wawar”, begitulah kata suster Agata. Setelah mendengar cerita dari suster pengasuh akupun terlelap.
Ia juga meriwayatkan padaku kisah heroik Santa Jeanne d’Arc yang berperang secara ajaib melawan musuh-musuhnya. Santa Jeanne bisa seperti itu karena ia pernah berjumpa dengan malaikat Agung Mikael pemimpin balatentara surgawi.
Baca Juga : Dear Desember
Suster Agata begitu semangat mengisahkan riwayat Santo Fransiskus dari Asisi yang dijuluki “sahabat alam semesta”. Santo Fransiskus memanggil ciptaan Allah dengan sapaan saudara. Ia juga pandai berkhotbah dalam bahasa yang indah dan puitis. Malahan kata suster Agata, Santo Fransiskus bisa berbicara dengan semua makhluk. Semua kisah-kisah itu membangkitkan imajinasiku.
Aku tahu bagaimana isi ruang kerja suster Agata. Di situ terdapat sebuah meja berukuran dua kali satu meter. Sebuah salib kecil dari tembaga dan sebuah gambar Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus. Yang membuatku heran ada satu vas bunga mungil bahan kaca dan vas bunga itu ditaruh beberapa tangkai bunga rumput.
Sering aku bertanya tentang vas bunga itu. Dengan tegas ia katakan kelak kamu akan mengetahuinya. Aku tidak berani memperdebatkan soal itu dengan suster Agata. Aku menyadari mungkin ada makna yang tersirat dari bunga rumput itu.
Hari-hari hidup suster Agata dipenuhi dengan aktivitas pelayanan. Ia merawat anak-anak yang berkebutuhan khusus. Menolong orang sakit. Melayani umat dalam kegiatan katekese walau lokasinya sulit dijangkau.
Biara susteran Sang Timur dua ratus kilometer dari Kota Ria . Biara itu menjadi pusat pengobatan dan pendidikan anak usia dini. Kegiatan para suster ini menyentuh langsung kebutuhan masyarakat setempat. Mereka jauh dari kesan eksklusif walau mengenakan busana khusus dengan simbol agama.
Karya para suster dilandasi cinta kasih sehingga tak satupun di antara mereka yang terkesan menonjol. Walau begitu, suster Agata telah masuk dalam duniaku. Sejak aku balita sampai lulus SMA sudah dalam asuhannya. Suster Agata memberi nama baptisku Agnes Valentina. Baginya aku ini ibarat domba kecil yang butuh kasih sayang.
Ia mengerti benar dengan perkembangan usiaku. Ia berani menawarkan syair kehidupan yang menjangkau imajiku. Ia mencoba membawaku ke dalam dunianya. Tangan kirinya akan terus memegangi salah satu tanganku kala melintasi padang savanna atau memandangi cakrawala. Sesekali ia memandang bunga-bunga rumput yang berada ditangannya dengan takjub.
“Agnes, indahkah bunga rumput ini?”,tanya suster Agata sambil menatapku tajam. Aku hanya geleng-geleng kepala. Aku tidak percaya kalau bunga itu begitu mempesona. Aku senang, ia tidak pernah menuntutku agar aku mengakuinya. Kadang-kadang ia memberiku beberapa pertanyaan mengenai bunga-bunga rumput itu. Tapi itu hanyalah sebuah teka-teki ringan yang sulit aku jawab
“Agnes, tidakkah engkau sadar bahwa bunga-bunga rumput ini tumbuh tanpa campur tangan dan tanpa perlakuan cerdas dari manusia? Sementara itu alam begitu ketat menyeleksi mereka”, begitulah kata-kata suster Agata sekembalinya kami dari sebuah pelayanan.
Suatu hari aku pernah melihat suster Agata terbaring sakit. Ketika ku dekati dan menjamah tubuhnya, katanya ia hanya kelelahan. Ia tidak pernah mengeluh, atau mengatakan sesuatu yang berarti agar kuketahui. Ia terlihat tegar menghadapi berbagai persoalan hidup yang menderanya.
Pernah seorang bayi meninggal dalam perawatannya. Ia panik dan menangis dalam ruang kerjanya. Sama. Saat ku temui di ruang kerjanya ia lekas mengusap air matanya dan berpura-pura seperti tidak terjadi suatu apa.
Baca Juga : Sejoli Di Bukit Savana
Air matanya kembali bercucuran ketika kedua orangtua datang menjemputku saat setelah aku lulus ujian akhir SMA. Mereka datang setelah aku tumbuh menjadi seorang gadis belia yang beriman dan mandiri.
Berpisah selama Sembilan tahun itu ku habiskan waktu untuk menyelesaikan studi S1 dan S2-ku. Kini aku sudah bekerja di salah satu bank milik Negara. Aku memang sengaja untuk melupakan suster Agata selama waktu itu. Karena aku kuatir setiap kali aku mengingatnya aku ingin kembali dalam asuhannya. Sementara itu aku harus menyelesaikan studiku.
Bagiku suster Agata seperti ibu kandungku sendiri. Aku dibalut nestapa. Air mataku terus mengalir. Kutumpahkan semua isi hati dalam pelukan suamiku yang menemani aku ziarah ke makam suster Agata.
Tiba-tiba saja ada suara yang menyapa kami. Aku segera melepaskan pelukan suamiku. “Maaf, apakah ini dengan Ibu Agnes Valentina? Aku suster Mira Rosari suster yang merawat suster senior Agata Carita”, pinta suster itu meminta kepastian dariku.
“Benar. Ada apa suster?” tanyaku menyelidik.
“Ini ada bingkisan kado dari suster Agata. Ia telah menyiapkan kado ini sebelum kematiannya. Ia menitipkan kado ini untuk diberikan kepada Ibu Agnes”, jelasnya.
Baca Juga : My Little Darling
Kuterima kado itu dan segera membukanya. Ternyata isinya sebuah Alkitab kesayanganku yang diberikan oleh suster Agata di masa TK dulu. Didalam isi Alkitab itu kutemukan secarik kertas dan terdapat deretan kata-kata.
Bunga Rumput
Aku hanya setangkai bunga rumput
Aku berada di antara ribuan bunga lain
Aku memang tak seindah mawar atau melati
Tapi aku tangguh, tegar, dan kuat
Aku sederhana, tapi aku dikenal di antara bunga-bunga terindah
Biarpun ragaku hancur, akar serta serbuk bungaku selalu hidup
Aku akan menjadi rumput-rumput baru nan hijau
Aku bersyukur walau aku hanya setangkai bunga rumput,
Tapi Sang Khalik selalu besertaku.
Sr. Agata Carita
Sumba Timur-Mangili, Pertengahan April 2012
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!