Saudara dalam Kemanusiaan

Saya beruntung ketika saya mulai aktif di dunia literasi sejak 2007 saya dicekoki gagasan-gagasan dari Bung Ulil Abshar Abdalla (JIL). Bagi saya pemikiran Bung Ulil melintasi sekat-sekat perbedaan. Dia mengakui keberagaman dan soal pluralitas. Gagasan-gagasan moderat seperti itu tentu mengkristal dalam benak saya hingga saat ini.

Pemikiran Bung Ulil yang moderat ini dan sudah barang tentu menjangkau kemanusiaan semakin dipertegas oleh perkataan Imam Ali Bin Abi Thalib tentang saudara dalam kemanusiaan. Kata-kata Imam Ali ini seperti menjawab atas gerakan-gerakan dengan ideologi radikal yang bertopeng agama itu.

Hari ini banyak pemikir-pemikir muda seperti Denny Siregar (pegiat sosmed) dan atau Profesor Sumanto Al Qurtubi mulai gelisah dengan gerakan yang selalu membawa-bawa nama agama plus politisasi agama. Gerakan  yang bersembunyi dibalik wajah agama menjadi model baru dalam perpolitikan tanah air.

Pertanyaan apakah kita jeli menanggapi berbagai model-model pragmatisme seperti ini?

Sebagai anak bangsa saya tentu menandaskan pemikiran saya pada dasar negara. Melandaskan pada cita cita perjuangan : mewujudkan masyarakat yang merdeka, adil dan makmur. Dari dulu saya selalu meyakini bahwa kita bisa beribadah dengan khusyuk jika bangsa ini dalam situasi yang aman dan damai.

Pemikiran yang inklusif terkait kemanusiaan akan saya pakai sebagai landasan berpikir dan bertindak saya. Saya tidak melihat siapa dia? Tapi apa kata dia?

Entah itu Budha, Isa Al Masih atau Sabda Para Dewa? Jika membawa kemaslahatan bagi manusia, why not? 

Kita saat ini hidup di tengah manusia bukan di alam para peri atau kahyangan. Kenapa kita mesti saling membenci?

Artikel Lawas

Baca Juga : 

Melakukan Kebaikan Membutuhkan Mental Kuat 

Air Mata Seorang Sahabat Dan Para Pencari Rahmat