Terima Kasih Telah Berkunjung ke Unclebonn.com Selamat Datang Di Teater Negeri - unclebonn.com

Sunday, March 13, 2022

Selamat Datang Di Teater Negeri

https://www.unclebonn.com/2022/03/selamat-datang-di-teater-negeri.html

Bangsa ini layak menyandang predikat negeri 1001 masalah. Bagaimana tidak, masalah demi masalah terus mengemuka tanpa akhir. Sekalipun kata-kata kecaman dari masyarakat terus membombardir di media massa. Sayang, semuanya berlalu begitu saja.


Sebut saja, kasus korupsi yang menyeret beberapa nama dari elite eksekutif, legislative, dan yudikatif. Ditambah lagi kasus mafia hukum, rendahnya kinerja aparatur, hasil pendidikan yang belum memuaskan, masalah terorisme, masalah pengangguran dan kemiskinan. Kemudian konflik horizontal yang kian marak akhir-akhir ini.


Peran media massa (cetak maupun elektronik) saat ini perlu kita acungi jempol, lepas dari sisi kurangnya. Pasca reformasi, media massa tampil sebagai garda terdepan dalam menyuguhkan aneka informasi bagi masyarakat.  Dan sinilah yang perlu kita nilai peran media massa sebagai standar partisipasi di era demokrasi.


M. J Srifsky, dalam Demokrasi, media (jaringan radio, surat kabar, dan televisi) bisa menginvestigasi jalannya pemerintahan dan melaporkan tanpa rasa takut adanya penuntutan.  Oleh sebab itu, masyarakat perlu mendukung dan membuka ruang gerak bagi insan pers untuk bekerja sesuai kode etiknya. Melalui pers tentunya, hasrat keingintahuan masyarakat terpenuhi.


Fenomena digitalisasi saat ini, memudahkan masyarakat dalam memperoleh informasi yang diperlukan melalui ekses layanan internet.  Menjamurnya  fitur softwere pada setiap merek handphone bisa jadi seluruh jenis informasi bisa diperoleh kapan saja dan dimana saja asalkan dalam jangkauan teknologi. Ini dibuktikan dengan hasil survey, bahwa bahwa penggunaan content Opera Mini masyarakat Indonesia yang tertinggi di dunia (VIVAnews,15/07/2011). 


Masyarakat harus bersikap kritis. Dan masyarakat seyogyanya bertindak secara komperasi  dan analitis.  Karena tidak semua sajian informasi mencerdaskan. Terkadang profokatif. Oleh karena itu kita perlu bersandar pada sumber-sumber layanan informasi yang diakui kredibelitas keberadaannya. 


Sebuah Sandiwara


Setelah reformasi digulir kita memasuki babak baru kehidupan. Bangsa kita terus bergulir bersama jalannya waktu dalam menemukan jati dirinya. Pada kenyataannya, kita hanya menyaksikan sebuah sandiwara yang dipertontonkan oleh aktor-aktor intelektual. Pernyataan ini beralasan. Bila dilihat dari realitas yang terjadi. Keadaan yang karut marut menyebabkan masyarakat bingung. 


Menyaksikan sebuah tayangan sinetron, pemirsa akan ditarik mengikuti alur cerita.  Seorang ibu bisa saja menitikan air mata karena tenggelam dalam dramatisasi yang melankolis. Seorang remaja, akan marah-marah ketika tokoh idolanya digagali tujuan (hidup/cita-cita) oleh seorang pemeran antagonis. 

 

Dan inilah keunikan dari sebuah sandiwara. Siapa saja yang ahli dan punya bakat bisa menyulap sebuah kejadian yang biasa menjadi luar biasa. Semuanya bisa dikonstruksi dalam sebuah kemasan yang memikat ditambah mimik muka yang mengesankan.  Dengan reputasi dan publisitas tinggi komplitlah dia menjadi seorang idola. 


Tidak beda jauhnya dengan “elite negeri”.  Dengan mengandalkan kepintarannya, kata-katanya bagaikan sihir yang memenangkan perkara. Apalagi pemerannya bersinggasana di Senayan.  Masyarakat akan termangu-mangu melihat gaya akrobatik verbalitasnya.


Bagi masyarakat kecil apalagi orang kampung, Senayan adalah istana megah.  Tempat berkumpulnya para ksatria pembela rakyat. Mereka yang menentukan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.    Konon katanya, mereka akan berjuang untuk rakyat, dan menjadi mulut dan hati nurani rakyat.  


Namun nyatanya hanya sebuah ironi. Sandiwara begitu ramai dipertontonkan oleh actor-aktor intelektual. Debat public tanpa solusi.  Mereka begitu produktif dalam menciptakan kata-kata dalam kemasan intelektual. Adu argumentasi nyaris tak terelakan.  Masyarakat dibuat kabur untuk memilih dan memilah pihak mana yang digeser pada wilayah “terhukum”.


Di tengah masyarakat dirundung masalah “elite negeri” terus sibuk dengan agendanya masing-masing.  Mereka seperti mengenakan kacamata kuda. Kebutuhan rakyat bukan menjadi urusan mereka.  Mungkin kita tinggal menunggu bom waktu.  Bila tiba waktunya, sebagian rakyat akan menjadi zombie karena Negara tidak mampu melindungi warganya.


Pendidikan Kepribadian


Elan kreatifitas dari guru sangat dinantikan masyarakat saat ini.  Guru bukan sekedar mengajar (transfer ilmu) melainkan lebih dari itu.  Tugasnya mendidik yang secara komprehensif menyangkup berbagai aspek penopang kehidupan. Dalam kondisi bangsa seperti ini selain peran vital orang tua tugas guru adalah agen pencerahan.


Sehingga kita perlu cetak biru (blue print) pendidikan karakter sejak dini.  Yang dimaksud dengan pendidikan karakter, menurut Yudi Latif, adalah suatu payung istilah yang menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi perkembangan persona. Yang menggarap pelbagai aspek dari pendidikan moral, pendidikan kewargaan, dan pengembangan karakter.  


Secara singkat dari ketiga aspek pendidikan karakter itu, bahwa setiap komponen memberikan perbedaan tekanan tentang apa yang penting dan apa yang semesti diajarkan.


Pertama, pendidikan moral menitikberatkan dari pada individu dan masyarakat.  Sehingga agama dan filsafat menyediakan diskusi-disikusi atau pertimbangan-pertimbangan moral etis  tentang bagaimana restorasi nilai-nilai kebajikan berlangsung di lingkungan sekolah.


Kedua, pendidikan kewargaan (civic education) artinya setiap siswa terlibat secara aktif dalam proses-proses demokratis yang berlangsung di sekolah atau komunitas.  Basis pengetahuannya mencakup prinsip-prinsip dan nilai demokrasi.


Ketiga, pengembangan karakter adalah suatu pendekatan holistic yang menghubungkan dimensi moral pendidikan dengan ranah social dan sipil dari kehidupan siswa.  Sikap dan nilai dasar dari masyarakat diidentifikasi dan diteguhkan di sekolah dan komunitas. 


Memang dengan sifatnya yang multi-faced membuatnya menjadi konsep yang sulit untuk diberikan di sekolah.  Kendati demikian, tentu kita telah memiliki kerangka kerja yang jelas dalam mengentaskan aneka problematic atau krisis multi dimensi yang mendera bangsa Indonesia. 


Artikel lawas tahun 2011

Baca Juga : 

Jangan Larang Guru Berpolitik


No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!