Terima Kasih Telah Berkunjung ke Unclebonn.com Dinar-Dirham, Soal Apa dan Kenapa? - unclebonn.com

Sunday, February 6, 2022

Dinar-Dirham, Soal Apa dan Kenapa?

https://www.unclebonn.com/2022/02/dinar-dirham-soal-apa-dan-kenapa.html

Dinar berasal dari kata "denarius", mata uang emas yang dipakai oleh orang Romawi pada zaman dulu. Kata itu diserap oleh bangsa Persia dan Arab menjadi kata dinar. Denarius adalah kepingan emas seberat 4,5 gram.


Apa itu uang emas? Kenapa emas? 


Mulanya manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Zaman dulu satu keluarga punya ladang, sekaligus ternak. Mereka menghasilkan kebutuhannya sendiri. Makin lama kebutuhan orang makin bervariasi, tidak mungkin semua dipenuhi sendiri. Lalu mulailah orang saling bertukar, yang kita kenal dengan barter


Makin besar masyarakat, makin kompleks kebutuhannya. Barter menjadi makin rumit pula. Daging ayam ditukar dengan daging sapi, masih bisa. Tapi bagaimana kalau pemilik daging ayam membutuhkan minyak goreng, sementara yang membutuhkan daging ayam hanya punya beras? Mereka tidak bisa barter.


Situasinya jadi lebih rumit lagi kalau kebutuhan menyangkut soal jasa. Tukang yang mengerjakan bangunan bisa saja menerima upah   berupa beras. Tapi bagaimana kalau dia tidak butuh, karena sudah punya banyak? Ia butuh garam, sedangkan yang memakai jasanya hanya punya beras. Lagi-lagi ada hambatan.


Maka dibuatlah suatu alat tukar yang bisa diterima orang, sebuah standar. Dipakailah emas dan perak. Kenapa emas dan perak. Kedua logam ini tidak mudah berkarat, sehingga kesannya murni dan abadi. Alasan lain, keduanya lunak, tidak keras, sehingga tidak banyak dipakai untuk keperluan lain. 


Selama berabad-abad orang memakai emas dan perak untuk bertukar (trade) kebutuhan. Termasuk pada masa agama-agama Semitic (Yahudi/Kristen/Islam). Karena itu kitab-kitab suci, termasuk teks-teks pendampingnya memuat subjek ini dalam berbagai narasi.


Belakangan emas dan perak tak lagi praktis. Alasannya, berat, dan makan tempat. Orang kemudian membuat mata uang lain, yang disebut fiat currency. Perbedaan mendasarnya, mata uang baru ini tidak punya nilai intrinsik yang tinggi. Bahan yang dipakai adalah kertas. 


Pada awalnya kertas itu dipakai untuk mewakili emas dan perak. Emas dan perak disimpan di suatu tempat, wakilnya saja yang dipakai untuk berdagang. 


Tapi ini pun kemudian ditinggalkan. Kini negara atau bank sentral mencetak uang tidak lagi memakai emas sebagai dasar. Lalu apa dasarnya? Asumsi-asumsi soal produksi di suatu negara. Kalau produksi diperkirakan bisa mencapai sekian, maka dicetaklah uang sebanyak itu. Kalau  tidak seimbang antara produksi dengan uang dicetak, maka nilai uang akan turun drastis, ini disebut inflasi.


Lalu, apakah dinar dan dirham itu sesuatu yang suci dan dianjutkan oleh Tuhan? Nah, itu kan soal iman. Suka-suka yang mengimani, kan? Sama seperti orang menganggap air suatu sungai, batu dari suatu tempat, hewan tertentu, sebagai sesuatu yang suci. Secara nalar tidak bisa diterima. Tapi kita tidak bisa melarang keyakinan orang.


Bukankah dinar dan dirham tertera dalam kitab-kitab suci? Iya. Karena itulah yang tersedia di zaman itu. Tak mungkin ada kata "kartu kredit" di kitab suci, karena di zaman itu belum ada kartu kredit. Sama halnya kata "telepon" atau "komputer" tidak ada di kitab suci.


Kitab suci itu perekam sejarah pada zamannya. Ia berisi aturan, misalnya tentang harta dan perdagangan. Otomatis yang tertulis di situ adalah dinar dan dirham, yang waktu itu dipakai. Sudah, sesederhana itu alasannya.


Bagaimana status hukum uang kertas yang tidak ada dalam kitab suci? Itu tergantung tafsir. Yang tafsirnya saklek, tidak mau pakai. Alasannya, uang kertas itu tidak punya nilai. Dalam Islam ada kelompok orang yang menganggap uang kertas itu riba.


Apa sih uang kertas itu? Itu cuma kertas bertulisan. Tidak ada nilainya. Kita mau terima karena kita percaya orang lain mau terima juga. Kalau tidak, kita tidak mau. Sesederhana itu. Coba kalau Anda diberi uang dari negara yang sudah bubar. Mau? Tidak. Uang kertas itu sebenarnya sebuah perjanjian sosial yang melibatkan sangat banyak orang. Nilainya memang tidak ada. Yang ada hanyalah kepercayaan atas lembaran kertas itu.


Kalau mau dianggap riba, ya memang riba. Letak ribanya adalah memberi nilai kepada sesuatu (kertas) yang tidak ada nilainya. Makanya kalau ada orang tidak mau bunga bank karena riba, saya ketawa saja. Lha, selama kamu pakai uang kertas, kamu mempraktikkan riba. Belum lagi soal bank sentral, yang praktiknya juga berbasis interes (bunga). Jadi, yang merasa tidak riba dengan bank syariah, sedang menyenang-nyenangkan diri saja.


Apakah dinar dan dirham itu punya keunggulan? Ya. Nilai tukarnya masih universal. Emas dan perak di berbagai negara dihargai relatif seragam. Tapi kekurangannya jauh lebih banyak. Yang utama tidak praktis tadi. Kedua, jumlah uang yang beredar (artinya nilai produksi yang dihasilkan manusia) sudah jauuuuuuuuuuh di atas jumlah emas yang mungkin dihasilkan. Kalau mau tetap dipatok dengan emas, artinya kita sedang membatasi produksi.


Kenapa ada orang yang ngotot pakai emas dan perak? Karena mereka menganggap semua yang tertulis di kitab suci adalah kehendak Tuhan, dan itu tidak boleh berubah.


Sebenarnya kita sedang bergeser, dari uang kertas ke uang digital. 20-30 tahun lagi mungkin tidak ada lagi uang kertas, atau penggunaannya sudah sangat minim. Agama, yang memakai cara hidup 15-20 abad yang lalu akan makin sulit menemukan ruang hidup yang sesuai. Yang harus dilakukan orang beragama adalah, menyesuaikan diri dengan zaman. Tapi yang menganggap agama itu tidak boleh berubah, karena ajaran langsung dari Tuhan, jelas tidak akan mau. "Masa agama harus menyesuaikan dengan zaman?" protes mereka. Karena itu ada orang-orang yang mencoba hidup dengan cara hidup 20 abad yang lalu.


Penulis : Kang H Idea 


No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!