Terima Kasih Telah Berkunjung ke Unclebonn.com Terapkan Belajar Dari Rumah, Guru Melkianus Wolo Datangi Murid Door to Door di Daerah 3T Sumba Timur - unclebonn.com

Sunday, August 16, 2020

Terapkan Belajar Dari Rumah, Guru Melkianus Wolo Datangi Murid Door to Door di Daerah 3T Sumba Timur

Melkianus Wolo kunjungi rumah siswa
Guru Melkianus Wollo kunjungi rumah siswa selama masa BDR

Dengan berbekal sepeda motor lamanya, Pak Guru Melkianus Wolo, dengan gigih rela mendatangi rumah murid-muridnya di daerah 3T Sumba Timur, NTT. Guru yang kerap disapa Pak Guru Eki ini, adalah guru honor yang sudah mengabdi sejak tahun 2013, tepatnya di SMP Negeri Satu Atap (Satap) Laimeta, Desa Laimeta, Kecamatan Mapambuhang, Kabupaten Sumba Timur. Sekolahnya masuk dalam zona 3T dan jauh dari pusat kota Waingapu. 


“Kalau jaraknya kurang tahu, tapi kalau naik motor atau mobil bisa sampe lima jam” ujarnya.


Dia berkisah kalau awalnya dia mengajar disana ketika diajak kepala sekolahnya tahun 2013 karena kekurangan tenaga pengajar.


“Saya iakan saja karena mendengar cerita kepala sekolahku waktu itu rasanya sangat sedih. Padahal jujur, walau saya lahir besar di Sumba Timur, baru kali itu saya dengar nama tempat Laimeta. Pas kami berangkat sore lalu sampe disekolah itu sudah larut malam karena jarak yang sangat jauh juga jalan yang sangat parah” kenangnya.


“Nah, pas sampe di lokasi, kami bingung mau tidur dimana, karena kepala sekolahku waktu itu juga ternyata masih baru, akhirnya kami putuskan tidur di dalam ruangan kelas” tambahnya.


Sedikit informasi, perkenalan saya dengan Pak Guru hebat ini, juga terjadi ketika kami sama-sama mengambil kuliah profesi di Surabaya tahun 2018 lalu. Menariknya lagi, dia orang pertama yang kuajak kenalan ketika sampai di Surabaya. Apalagi setelah tahu lagi dia dari Sumba Timur, maka seperti menemukan keluarga baru mengingat istri saya juga berasal dari Sumba Timur. Makanya, saya bisa memanggil dia kaka atau juga umbu.


Dia orangnya baik. Selama perkuliahan, dia juga termasuk orang pintar. Yang bikin saya kagum dan bangga lagi, karena perjuangannya yang begitu mulia dan tulus dalam menerapkan belajar luar jaringan (luring) dengan jemput bola door to door ke rumah murid-muridnya. Alasan dia, selain karena Sumba Timur masih dalam zona merah, juga pembelajaran online yang tak dapat mereka terapkan disekolah mereka.


“Sekolah kami tak dapat jaringan, kalaupun ada harus mendaki diatas gunung dulu” bebernya. “Ditambah murid-murid saya, tak satu pun yang memiliki telepon seluler. Orang tua mereka juga begitu. Jadi, terpaksa harus door to door supaya anak-anak bisa terus belajar” tambahnya.


Dengan medan Sumba Timur yang dominanya masih susah, Pak Guru Eki dengan beberapa rekannya, malah tak gentar menerjang jalan berbatuan dan berlumpur puluhan kilometer untuk memastikan anak-anak mereka bisa tetap mendapatkan pembelajaran yang layak mesti di tengah badai pandemik covid-19. Semangat Pak Guru berdarah Sabu ini juga berbanding lurus dengan semangat anak didiknya. Dia juga bercerita bagaimana anak-anak didiknya sebelum Covid-19 melanda, mesti menempuh jarak yang sangat jauh ke sekolah mereka.


“Ada yang berangkat jam 4 pagi dari rumah mereka jalan kaki, sampai di sekolah bisa jam 8 pagi paling cepat” ujarnya.


Dia mengaku senang mengajar di sekolahnya mesti dengan honor pas-pasan yang dialokasikan dari dana BOS. 


“Bukan materi utama saya, yang paling penting anak-anak saya bisa belajar. Saya juga senang karena anak-anak di sekolah saya masih sangat menghormati saya sebagai guru” jelasnya. Makanya, kata Pak Guru Eki, selama pembelajaran dilakukan ke rumah-rumah siswa, mereka selalu disambut antusias oleh murid dan orang tua.


“Kami biasa dihidangkan sirih pinang, minum kopi dan ubi. Pas mau pulang, malah dipaksa harus makan lagi. Diam-diam, orang tua siswa sudah potong ayam didapur untuk dihidangkan ke kami. Padahal kami sudah bilang tidak usah, tapi itulah saking hormatnya mereka dengan guru” tuturnya.


Mengakali pembelajaran door to door, Pak Guru Eki menjelaskan, mereka membagi guru yang jumlahnya sangat terbatas yaitu empat guru ke dalam dua dusun dimana anak didik mereka tinggal. Gugus Tanaridu Dusun Mahu dan Gugus Umakandang Dusun Laimeta. Satu dusun ditugasi dua guru.


“Kendala kami, yakni minimnya dana BOS yang dialokasikan untuk program ini, baru bahan ajar yang kurang. Kami harus bagi satu buku siswa untuk dua anak” jelasnya. Dia akhir ceritanya, dia berharap semoga Covid-19 ini segera berakhir dan pemerintah semakin memberi perhatian yang lebih untuk pendidikan yang ada di daerah 3T yang kerap kekurangan fasilitas dan infrastruktur.


Saya yakin, masih banyak guru-guru (honor) yang dengan gigih dan tulus mengabdi door to door demi memastikan anak didiknya terus belajar, namun tak terekspos ke publik, semangat ya? Pun dengan Pak Guru Eki dan kawan-kawan di Sumba Timur, ingat petuah ini, meski kita mengajar di daerah terpencil tapi semangat tidak boleh mengecil. 


Penulis 
Maruntung Sihombing

Guru


No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!