Terima Kasih Telah Berkunjung ke Unclebonn.com Sikap Adaptatif Ata Ende dalam Budaya Tau Humba - unclebonn.com

Sunday, July 26, 2020

Sikap Adaptatif Ata Ende dalam Budaya Tau Humba

Sumba Timur
Beberapa wanita Ende sedang berpose di depan Rumah Budaya Rambu Tirto Kaliuda disaat menghadiri acara pengebumian di Kampung Kaliuda Kecamatan Pahunga Lodu
Ata Ende atau orang Ende yang berada di Sumba Timur cukup adaptatif dengan budaya suku Sumba atau orang asli Sumba (tau humba). Sikap ini mungkin didasari atas kesadaran kolektif karena merasa sebagai bagian dari orang Sumba atau juga karena hubungan kawin-mawin. 

Seandainya ata Ende berada di pemerintahan lalu mengenakan busana Sumba maka itu karena aturan yang mengikat. Walau aturan itu sifatnya "memaksa" namun pada praktiknya ada kebanggaan tersendiri bagi orang asli Ende kala mengenakan busana dan aksesori orang Sumba.

Terlepas dari konteks sejarah bahwa keberadaan orang Ende di tanah Sumba (Sumba Timur) lebih banyak karena merantau. Bila digeser makin kesini orang asli Ende yang berada di Sumba adalah generasi baru yang lahir dan besar di Sumba.  Atau generasi yang lahir karena proses kawin-mawin antara orang Ende dengan suku Sumba atau dengan suku lain yang ada di dalam atau dari luar NTT. Sehingga cara pandang,  pergaulan dan dialeknya tidak seperti orang Ende pada umumnya yang fasih dengan bahasa dan budaya Ende.  

Namun karena adanya paguyuban - paguyuban dari etnis Ende baik yang berskala besar seperti Ikatan Keluarga Besar Ende (IKABE) atau dalam sub-sub paguyuban seperti Paguyuban Wuamesu,  Murisama, Pamaimu, dan lain-lain bahkan ada lagi dalam komunitas kecil yang didasari atas kesamaan marga atau karena dari kampung asal yang sama dari orang Ende bersangkutan sehingga ke-Ende-annya (kekerabatannya) masih tampak kental. 

Sikap adaptatif orang Ende ini kerap terjadi biasanya pada acara adat kematian : pada saat melakukan pelayatan atau mengikuti prosesi pengebumian. Atau acara untuk adat perkawinan  : lamaran dan rangkaiannya. Kemudian ada sosok-sosok tertentu dari kalangan orang Ende yang dipercaya sebagai juru bicara  (jubir) keluarga dari dua urusan adat yang disebutkan di atas.

Partisipasi orang Ende pada acara tertentu dalam konteks budaya Sumba biasanya dibangun atas hubungan kekeluargaan,  karena asal kampung yang sama, kedekatan secara personal antara orang Ende yang satu dengan orang Ende yang lain serta adanya hubungan pertemanan.  

Jika dikalkulasi secara keseluruhan jumlah orang Ende di Sumba Timur cukup banyak.  Sehingga tidak semua orang Ende saling mengenal satu sama lain.

Ende di Sumba Timur
Oranng Ende dengan balutan sarung  disaat menghadiri acara pengebumian di Kampung Kaliuda Kecamatan Pahunga Lodu
Melihat ke belakang bahwa orang Ende (dalam segmen tertentu) sudah menjadi bagian dari saksi sejarah perkembangan Kota Waingapu dan sekitarnya.  Di Kota Waingapu, misalnya, sudah ada Kampung Ende. Di situ kita bisa mendapatkan beragam informasi terkait perjalanan orang Ende sampai ke tanah Sumba. Tentu saja ini bukan menjadi rujukan utama karena kita butuh rujukan teks-teks sejarah yang kredibel untuk membuktikan klaim tersebut di atas tadi. 

Dalam prespektif lain, bahwa sikap adaptatif orang Ende dalam tradisi Sumba karena ada rasa ingin tahu tentang budaya Sumba (Sumba Timur) itu sendiri atau menjadikan momen tersebut sebagai ruang rekreatif. Sebagian lagi menjadikan momentum itu sebagai objek studi. 

Kira-kira beginilah sikap adaptatif ata/orang Ende untuk menghargai budaya (tau humba) suku Sumba karena merasa bagian dari warga - masyarakat atau orang Sumba Timur itu sendiri.*

No comments:

Post a Comment

Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!